Minggu, 16 Juni 2013

Artikel Ilmiah Keperawatan

Peran Perawat dalam Tele-ICU Sebagai Upaya Meningkatkan Pelayanan Keperawatan di ICU

Oleh :

Muhammad Rozikhin
201233040


ABSTRAK

Tele-ICU bertujuan untuk meningkatkan stadndar keperawatan di ICU yang tujuan akhirnya meningkatkan kesejahteraan pasien. Peningkatan standar dilakukan dengan observasi keadaan pasien dan monitoring kinerja perawat ICU yang merupakan bagian dari supervisi. Tele-ICU berperan meningkatkan peran perawat untuk profesi perawat sendiri dan profesi lain dalam bentuk kolaborasi. Tele-ICU merupakan teknologi baru sehingga perlu dikaji, termasuk pengembangannya model staffing, isu-isu yang terintegrasi, kemampun terhadap integrasi keperawatan, dan minat dari area lain. Peran perawat tidak bisa diabaikan karena berperan dari sebagai pengguna sampai pengembangan Tele-ICU.
Kata Kunci : Tele-ICU, ICU, dan Peran Perawat

Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang perawatan dengan tingkat risiko kematian pasien yang tinggi. Tindakan keperawatan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan pasien. Pengambilan keputusan yang cepat ditunjang data yang merupakan hasil observasi dan monitoring yang berkelanjutan oleh perawat. Tingkat kesibukan dan standar keperawatan yang tinggi membutuhkan peralatan teknologi tinggi yang menunjang. Peralatan yang ditemukan di ICU antara lain  bed side monitor, oksimetri, ventilator, dan lain-lain yang jarang ditemukan di ruangan lain dan peralatan tersebut ditunjang oleh teknologi tinggi.
Inovasi teknologi tetap dibutuhkan dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di ICU seiring dengan bertambahnya kompleksitas masalah di ICU. Tele-ICU sudah digunakan 25 tahun yang lalu dengan metode remote telemedicine pada 395 pasien di ICU yang terapat pada 100 bed di rumah sakit tersebut. Proyek tersebut menunjukkan bahwa Tele-ICU consultation memiliki keuntungan klinis yang lebih besar seperti mengurangi lama hari rawat (lenght of stay), meningkatkan pengelolaan dan transfer pasien trauma, dan meningkatkan konsultasi untuk pasien kritis.
Pada tahun 2000, Sentara Health-care mengimplementasikan multiside telemedia program. Saat 1 tahun setelah implementasi dilaporkan bahwa terjadi penurunan mortalitas sebanyak 27%. Saat ini diestimasikan bahwa 45 sampai 50 program Tele-ICU telah mendukung beberapa ICU.
Tema Tele-ICU, Virtual ICU, Remote ICU, dan eICU semuanya mengacu pada konsep yang sama, yaitu merupakan sentralisasi atau pengendalian berdasarkan tim perawatan kritis dengan menggunakan networking pada bedside ICU tim dan pasien baik melalui audiovisual maupun sistem komputer. Tim Tele-ICU dapat mendukung kelangsungan hidup dan mendukung sebagian besar pasien di ICU walaupun dipisahkan secara geografis dari berbagai rumah sakit.
Penggunaan Tele-ICU merupakan aplikasi dari 4 solusi topik ICU, yang menurut Needham (2010) terdiri dari isu alamiah mengenai medis dan lebih spesifik berkaitan dengan perawatan kritis, menggunakan pengetahuan sebagai usaha meningkatkan patient safety, berfokus pada proyek perpindahan pengetahuan, dan model perpindahan pengetahuan praktik klinik.

Kajian Literatur
Terpapar lingkungan ICU yang harus terus menerus bagi perawat yang akan menyebabkan distraksi, kelelahan, dan kehilangan konsentrasi yang meningkatkan tingkat kesalahan yang membahayakan keselamatan pasien. Kadangkala perawat di ICU tidak hanya mengelola satu pasien, tetapi pasien lain juga membutuhkan perhatian yang tinggi dan segera. Perawatan darurat membutuhkan perpindahan yang cepat dimana membutuhkan peralatan yang memberikan informasi untuk merencanakan perkembangan pasien, desain proses keperawatan, dan lingkungan fisik dimana membutuhkan cara yang berbeda dibandingkan metode tradisional (Feied C. Et all, 2004).
Perawat selalu menggunakan alat telekomunikasi dalam perawatan kesehatan sejak masih menggunakan telepon. Perawat menggunakan peralatan untuk manajemen kasus, pendidikan pasien, dan intervensi krisis (Tschirch P. Et all, 2006). Informasi dalam keadaan darurat membutuhkan proses seperti kreasi, akuisisi, retrieval, filter, dan organisasi yang secara otomatis ditampilkan dalam kondisi klinis yang tepat, dan waktu yang tepat (Snooks, A Et all, 2009).
Teknologi sistem informasi terbaru yang digunakan di ICU adalah Tele-ICU. Definisi dari ”tele” mengandung berbagai makna seperti tele-health, tele-nursing, atau tele-medicine, tetapi secara konsep sama. Tele-medicine didefinisikan sebagai perangkat peralatan yang digunakan untuk informasi medis via komunikasi elektronik untuk meningkatkan status kesehatan dan bukan merupakan suatu pendekatan perawatan pasien (Goran, 2010).
Tele-health merupakan teknologi yang menggunakan peralatan komunikasi yang dikembangkan secar ahli di bidang medis, kualitas tinggi, komunikasi audiovisual dua arah yang memungkinkan antara provider dan pasien (Pickett Et all, 2007). Tele-nursing digambarkan sebagai penggunaan teknologi komunikasi oleh perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan untuk meningkatkan status kesehatan pasien (Ernesaster A. Et all, 2009).
Tele-ICU merupaka suatu  second-eye yang mendukung kelangsungan klinis. Tele-ICU dengan kolaborasi tim perawatan ICU (baik perawat maupun dokter) akan mendukung perawatan tanpa idstraksi dan mampu melakukan intervensi dimana hitungan menit akan membawa perubahan. Tujuan sistem ini tidak menggantikan perawat klinis yang bertugas di sisi pasien (bedside team) tetapi untuk meningkatkan standarisasi asuhan keperawatan. Goran (2010) menjelaskan bahwa desan  Tele-ICU merupakan implikasi dari Telemedicine Technology  dalam perawatan pasien ICU.
Platform teknologi terdiri dari berbagai vendor, komponen hardware yang spesifik dan software serta gabungan antara Tele-ICU dan tim perawatan. Tim Tele-ICU membutuhkan akses yang sama dengan tim perawatan untuk berbagai elemen data yang berhubungan dengan pasien (seperti: Tanda-tanda vital, hasil laboratorium, radiologi, terapi, dan lain-lain) untuk mendapatkan status pasien yang akurat dan identifikasi yang aktual maupun potensial berkaitan dengan isu-isu perawatan pasien.
Sophisticated Alert System (SAS) memberitakan perubahan kondisi pasien dengan tujuan memberikan intervensi dan tindakan preventif sesegera mungkin dalam menghadapi periode kritis pasien. Kamera reolusi tinggi, mikrofon, dan speaker dipasang pada setiap ruang ICU pasien (gambar 1), penyediaan Tele-ICU 1 arah atau 2 arah yang memiliki kemampuan mengkasi secara video atau audio dan komunikasi secara bedside dengan tim perawatan. VISICU vendor (gambar 2) digunakan pada ruangan dan merupakan tombol yang bertujuan untuk aktivasi Tele-ICU apabila diinginkan oleh tim perawatan. Teknologi Tele-ICU bersifat komplek dengan desain yang bertujuan meningkatkan efektifitas dan efisiensi.

Gambar 1 : Sophisticated Alert System (SAS)

Gambar 2 : VISICU Vendor

Gambar 3 : Workstation Tele-ICU

Variasi ditemukan dalam program Tele-ICU dari seleksi vendor atau tujuan programnya sampai kinerjanya, tetapi sama dalam pengkajian pasien dan tampilan virtual. Komponen teknik Tele-ICU menurut Goran (2010) terdiri dari bedside waveform alert system, peralatan audio atau video, clinical information, dan network.
Bedside waveform merupakan monitor sentral ICU yang menampilakn data pada bedside monitor. Tele-ICU juga menampilkan alarm, staff Tele-ICU memungkinkan untuk mengubah atau mengganti berbagai parameter alarm bedside.
Alert System adalah Tele-ICU software yang disediakan guna mendukung kelangsungan dan otomatisasi peralatan untuk membantu mengatur identifikasi perubahan berdasarkan respon pasien terhadap kodisinya. Sistem ini merupakan mesin untuk mengevaluasi bedside  monitor, laboratorium, medikasi, dan data lain, dimana dimasukkan pada software sistem informasi klinis untuk memberikan tanda diberikannya intervensi segera dan setiap pasien memiliki sistem yang individualistik (berbeda).
Peralatan Audio atau Video berperan sebagai mata dan telinga tim Tele-ICU. Kamera dengan resolusi tinggi didukung speaker memungkinkan tim  Tele-ICU dapat berkomuikasi dengan perawat dan memberikan saran setelah melihat tindakan, kondisi pasien, dan diskusi dengan pasien maupun perawat. Clinical Information merupakan status pasien hasil dari pengkajian yang sesuai standar yang telah ditetapkan. Network  merupakan sarana transmisi dari semua informasi yang ada di ICU.
Teknologi Tele-ICU bersifat relatif dari satu sistem terhadap sistem lain, program staffing diperlukan untuk kebutuhan rumah sakit yang menjalankan sistem yang membutuhkan sumber daya. Typical Tele-ICU beroperasi selama 24 jam setiap hari, 7 hari dalam seminggu, dan saat staff intensive care bisa membutuhkan kontak dengan intensitivist selama 15 hingga 20 jam setiap hari. Beberapa program intensitivist hanya aktif bekerja saat dokter tidak ada walaupun ­on-call. Replacement of Tele-ICU Registered Nurses (eRNs) merupakan level menengah seperti praktisi perawat atau asisten dokter adalah pilihan atau pendapat lain dari model (VISICU Operation Director, Oral Communication, and Monthly Teleconference).
Rata-rata rasio adalah 60 sampai 125 pasien untuk 1 Tele-Intensivist (dokter), 30 hingga 40 pasien untuk 1 eRNs, dan 50 sampai 124 pasien untuk Clerrical Assistant (Goran, 2010). Kolektif Tele-ICU meningkatkan pengalaman dimana pola harus diidentifikasi dengan spesifik untuk efisiensi model dan proses. Dokter Tele-ICU atau Intensivist, terhormat, dan berperan dalam pengembangan rumah sakit. Dokter memberikan pelayanan dengan segera berbasis patient safety. Beberapa program menggunakan metode full-time sementarasebagian besar dengan menggunakan jadwal rotasi.
Staff lain Tele-ICU terdiri dari staff pendukung yang berperan sebagai entry data, manajemen telepon, dan monitoring kualitas. Staff pendukung terdiri dari berbagai macam latar belakang seperti pengalaman sebagai sekretaris, asisten perawat, atau mahasiswa perawat yang bekerja secara part-time. Tele-ICU juga didukung personel untuk pemeliharaan yang menguasai sistem informasi baik software, hardware, maupun networking.
Tele-ICU RN (eRNs) selalu memonitor pasien ICU selama 24 jam setiap hari, 7 hari dalam seminggu. Pusat Tele-ICU memiliki staff dengan pengalaman lebih dari 15 tahun dengan berpengalaman mengelola pasien pada unit perawatan kritis. Beberapa eRNs menunjukkan minat terhadap Tele-ICU secara berarti fisik maupun emosional saat perawatan secara full-time. eRNs memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk posisi tersebut.
Tele-ICU RN (eRNs) harus memenuhi syarat : Pengalaman 5 tahun berada di ICU, bersertifikat CCRN atau CCRN-E atau yang telah ditentukan seperti Basic Life Support atau Cardiac Life Support, memiliki gelar Sarjana Keperawatan, serta memiliki jiwa kepemimpinan termasuk kemampuan berkomunikasi.
Komputer dan keterampilan mengatasi gelombang kerja membutuhkan orientasi dan pengalaman, tetapi kurangnya komunikasi dan keterampilan Costumer Service dapat menghambat produktivitas dari kerja untuk pencapaian tujuan program. Seperti staff medis, eRNs memiliki banyak variasi program. Beberapa Tele-ICU memang ditunnjukkan untuk eRNs yang mengandung kombinasi dari dedikasi dan pembagian posisi. Pembagian posisi staff dimana staff memiliki posisi kedua dalam Tele-ICU dan posisi utama di ICU dan hanya didedikasikan untuk bekerja di Tele-ICU.
Program dengan posisi dedikasi dimana eRNs secara penuh di Tel-ICU sehingga lebih mudah dalam mengatur jadwal, evaluasi, dan identifikasi isu serta kontribusi untuk stabilitas tim dan kepuasan staff. Staff ICU selalu konsen tentang kemampuan eRNs untuk menjaga kompetensi klinis saat tidak melakukan perawatan pasien. Sebagai peran dalam tim, eRNs seharusnya berpartisipasi dalam proses interview, seleksi, dan orientasi staff.
Definisi yang baru tentang penyedia pelayanan keperawatan harus dikembangkan dan diterima untuk kepuasan staff Tele-ICU. Orientasi selalu fokus tidak hanya mengenai pengaturan software dan teknologi Tele-ICU, tetapi tentang strategi yang mempengaruhi identifikasi Tele-ICU. Standar kompetensi Tele-ICU ditentukan via konsensus dari berbagai program Tele-ICU, tetapi masih harus divalidasi melalui proses penelitian.Peran eRNs untuk asuhan keperawatan berkaitan dengan superisi terhadap perawat ICU melalui observasi maupun ronde.
Keuntungan Tele-ICU tidak terbatas pada waktu, ruang, dan tempat sebagai fungsi supervisi. Supervisi didefinisikan sebagai pengawasan dari atasan kepada bawahan dan dapat memberikan bantuan apabila dibutuhkan. Bantuan yang diberikan tidak harus bersifat langsung melakukan tindakan keperawatan tetapi lebih bersifat konsultasi melalui forum diskusi. Supervisi tidak hanya berperan sebagai saran pengawasan dalam rangka meningkatkan standar asuhan keperawatan di ICU, tetapi juga sebagai sarana pembelajaran yang bersifat networking. Sarana pembelajaran jaringan (networking) yang berfokus pada koneksi antara peserta pembelajaran, baik peserta dan tutor, maupun materi pembelajaran (Jones Et all, 2008).
Tele-ICU dapat digunakan sebagai ronde dengan tim kesehatan yang lain sebagai upaya diskusi, kolaborasi, dan konsultasi. Peran dapat berupa diskusi dan konsultasi untuk pengambilan keputusan, walaupun berpeluang menimbulkan stres (Snooks, H.A. Et all, 2007). Ronde yang dimaksud bersifat virtual ronde yang dilakukan secara rutin dengan melibatkan dokter dan perawat eRNs dengan frekuensi tergantung kebutuhan pasien.
Kamera digunakan selama 30 menit untuk pengkajian Tele-ICU yang dimulai di awal shift atas permintaan tim ICU untuk mengidentifikasi perubahan kondisi pasien. Status pasien meliputi tanda-tanda vital dari 1 hingga 4 jam terakhir, konfigurasi waveform pasien berkaitan dengan alarm, hasil laboratorium terbaru, dokumentasi keperawatan, rencana keperawatan terbaru, serta pemeriksaan penunjang lain seperti radiologi dan diagnostik.
Realitas lingkungan Tele-ICU selalu berbeda dibandingkan yang dibayangkan sehingga memerlukan pengembangan dengan memperhatikan berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut dengan mengadopsi faktor-faktor pada telenursing. Faktor-faktor yang mempengaruhi telenursing meliputi aspek sistem, ekonomi, sosial, teknik. Faktor kritis pada tiap aspek meliputi dukungan pemerintah dengan kontrol regulasi terhadap isu-isu, verifikasi berkaitan dengan cost effective perawatan kesehatan, verifikasi nilai telenursing dengan konsultasi, membangun kepercayaan sosial, dan perkembangan karakteristik telenursing dimana memperhatikan kemampuan konsumen untuk membayar (Yun dan Park, 2006).
Strategi dalam perencanaan diperlukan untuk pengembangan Tele-ICUm strategi pengembangan Tele-ICU menurut Goran (2010) antara lain:
1.      Bagi Tele-ICU saat rapat staff.
2.      Kunjungi tempat-tempat yang jauh.
3.      Hubungi staff secara formal.
4.      Adakan pertemuan antara staff Tele-ICU dengan staff ICU untuk membahas masalah yang potensial dan solusinya.
5.      Orientasikan program Tele-ICU.
6.      Buat laporan berkala.
7.      Bagi kesempatan untuk peluang pendidikan yang berkseinambungan.
8.      Bagi kesempatan berlibur.
9.      Tentukan program yang menunjukkan kesempurnaan Tele-ICU.
10.  Pertemuan reguler antara pimpinan Tele-ICU dan ICU.
11.  Bikin proyek penelitian yang berhubungan dengan partisipasi Tele-ICU.

Pengembangan Tele-ICU membutuhkan peran perawat profesional yang memiliki ideologi dalam justifikasi perkembangan teknologi dalam posisi yang berbeda, dimana perawat dapat beradaptasi, memainkan perannya, dan membutuhkan teknologi baru untuk meningkatkan jumlah pengelolaan pasien secara efisien. Tele-ICU merupakan bagia dari Tele-nursing yang mempunyai peluang untuk meningkatkan dan akuisisi serta perkembangan keterampilan dimana dapat memainkan perannya dengan tenaga medis secara lebih mudah di tangan perawat dengan karakter yang inovatif.

Kesimpulan
Tujuan dari Tele-ICU bukan untuk menggantikan peran perawat ICU tetapi lebih pada peningkatan standarisasi berbasis patient safety. Tele-ICU berpera sebagai second-eye dan second opinion untuk mempercepat pemberian asuhan keperawatan di ICU. Tele-ICU meningkatkan peran perawat bagi profesi perawat maupun profesi lain sebagai bagian dari kolaborasi.
Tele-ICU merupakan teknologi baru dan belum ditemukan penelitan untuk memperkuat penggunaannya di ICU, sehingga diperlukan penelitian  Tele-ICU yang berkaitan dengan aspek keterampilan klinis dan manajemen dalam pelayanan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA


Ernesater, A. Et all. (2009). Telenurses’ Experience of Working with Computerized Decision Support: Supporting, Inhibiting, and Quality Improving. Journal of Advance Nursing, 65, 1074-1083.

Feied, C. F. Et all. (2004). Impact of Informatic and New Technologies on Emergency Care Environment. Topics in Emergency Medicine, 26, 119-127.

Goran, S. F. (2010). A Second Set of Eyes: An Introduction to Tele-ICU. Critical Care Nurse, 30, 46-55.

Jones, C.R. Et all. (2008). Networking Learning a Relational Approach Weak and Strong Ties. Journal of Computer Assisted Learning, 24, 90-102.

Needham, M.D. (2010). Patient Safety, Quality of Care, and Knowledge Translation in the Intensive Care Unit. Respiratory Care, 55, 922-928.

Pickett, T.C. Et all. (2007). Telehealth and Constraint-Induced Movement Therapy (CIMT) : An Intensive Case Study Approach. Clinical Gerontologist, 31, 5-20.

Snooks, H.A. Et all. (2008). Real Nursing? The development of Telenursing. Journal of Advance Nursing, 61, 631-640.

Tschirch, P. Et all. (2006). Nursing in Tele-Mental Health. Journal of Psychosocial Nursing, 44, 20-27.

Yun, K.E., Park H.E. (2006). Factors Affecting the Implementation of Tele Nursing in Korea. IOS Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar