Peran
Perawat dalam Tele-ICU Sebagai Upaya
Meningkatkan Pelayanan Keperawatan di ICU
Oleh
:
Muhammad Rozikhin
201233040
ABSTRAK
Tele-ICU
bertujuan untuk meningkatkan stadndar keperawatan di ICU yang tujuan akhirnya
meningkatkan kesejahteraan pasien. Peningkatan standar dilakukan dengan
observasi keadaan pasien dan monitoring kinerja perawat ICU yang merupakan
bagian dari supervisi. Tele-ICU
berperan meningkatkan peran perawat untuk profesi perawat sendiri dan profesi
lain dalam bentuk kolaborasi. Tele-ICU
merupakan teknologi baru sehingga perlu dikaji, termasuk pengembangannya model
staffing, isu-isu yang terintegrasi, kemampun terhadap integrasi keperawatan,
dan minat dari area lain. Peran perawat tidak bisa diabaikan karena berperan
dari sebagai pengguna sampai pengembangan Tele-ICU.
Kata Kunci : Tele-ICU, ICU, dan Peran Perawat
Latar
Belakang
Intensive
Care Unit (ICU) merupakan ruang perawatan dengan tingkat
risiko kematian pasien yang tinggi. Tindakan keperawatan yang cepat dan tepat
sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan pasien. Pengambilan keputusan yang cepat
ditunjang data yang merupakan hasil observasi dan monitoring yang berkelanjutan
oleh perawat. Tingkat kesibukan dan standar keperawatan yang tinggi membutuhkan
peralatan teknologi tinggi yang menunjang. Peralatan yang ditemukan di ICU
antara lain bed side monitor, oksimetri, ventilator,
dan lain-lain yang jarang ditemukan di ruangan lain dan peralatan tersebut
ditunjang oleh teknologi tinggi.
Inovasi teknologi tetap dibutuhkan
dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di ICU seiring dengan
bertambahnya kompleksitas masalah di ICU. Tele-ICU
sudah digunakan 25 tahun yang lalu dengan metode remote telemedicine pada 395 pasien di ICU yang terapat pada 100
bed di rumah sakit tersebut. Proyek tersebut menunjukkan bahwa Tele-ICU consultation memiliki
keuntungan klinis yang lebih besar seperti mengurangi lama hari rawat (lenght of stay), meningkatkan
pengelolaan dan transfer pasien trauma, dan meningkatkan konsultasi untuk
pasien kritis.
Pada tahun 2000, Sentara Health-care mengimplementasikan multiside telemedia program. Saat 1 tahun setelah implementasi
dilaporkan bahwa terjadi penurunan mortalitas sebanyak 27%. Saat ini
diestimasikan bahwa 45 sampai 50 program Tele-ICU
telah mendukung beberapa ICU.
Tema Tele-ICU,
Virtual ICU, Remote ICU, dan eICU
semuanya mengacu pada konsep yang sama, yaitu merupakan sentralisasi atau
pengendalian berdasarkan tim perawatan kritis dengan menggunakan networking pada bedside ICU tim dan pasien baik melalui audiovisual maupun sistem
komputer. Tim Tele-ICU dapat
mendukung kelangsungan hidup dan mendukung sebagian besar pasien di ICU
walaupun dipisahkan secara geografis dari berbagai rumah sakit.
Penggunaan Tele-ICU merupakan aplikasi dari 4 solusi topik ICU, yang menurut
Needham (2010) terdiri dari isu alamiah mengenai medis dan lebih spesifik
berkaitan dengan perawatan kritis, menggunakan pengetahuan sebagai usaha
meningkatkan patient safety, berfokus
pada proyek perpindahan pengetahuan, dan model perpindahan pengetahuan praktik
klinik.
Kajian
Literatur
Terpapar lingkungan ICU yang harus terus
menerus bagi perawat yang akan menyebabkan distraksi, kelelahan, dan kehilangan
konsentrasi yang meningkatkan tingkat kesalahan yang membahayakan keselamatan
pasien. Kadangkala perawat di ICU tidak hanya mengelola satu pasien, tetapi
pasien lain juga membutuhkan perhatian yang tinggi dan segera. Perawatan
darurat membutuhkan perpindahan yang cepat dimana membutuhkan peralatan yang
memberikan informasi untuk merencanakan perkembangan pasien, desain proses
keperawatan, dan lingkungan fisik dimana membutuhkan cara yang berbeda
dibandingkan metode tradisional (Feied C. Et all, 2004).
Perawat selalu menggunakan alat
telekomunikasi dalam perawatan kesehatan sejak masih menggunakan telepon.
Perawat menggunakan peralatan untuk manajemen kasus, pendidikan pasien, dan
intervensi krisis (Tschirch P. Et all, 2006). Informasi dalam keadaan darurat
membutuhkan proses seperti kreasi, akuisisi, retrieval, filter, dan organisasi
yang secara otomatis ditampilkan dalam kondisi klinis yang tepat, dan waktu
yang tepat (Snooks, A Et all, 2009).
Teknologi sistem informasi terbaru yang
digunakan di ICU adalah Tele-ICU.
Definisi dari ”tele” mengandung berbagai makna seperti tele-health, tele-nursing, atau tele-medicine, tetapi secara konsep sama. Tele-medicine
didefinisikan sebagai perangkat peralatan yang digunakan untuk informasi medis
via komunikasi elektronik untuk meningkatkan status kesehatan dan bukan
merupakan suatu pendekatan perawatan pasien (Goran, 2010).
Tele-health
merupakan teknologi yang menggunakan peralatan komunikasi yang dikembangkan
secar ahli di bidang medis, kualitas tinggi, komunikasi audiovisual dua arah
yang memungkinkan antara provider dan pasien (Pickett Et all, 2007). Tele-nursing digambarkan sebagai
penggunaan teknologi komunikasi oleh perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan untuk meningkatkan status kesehatan pasien (Ernesaster A. Et all,
2009).
Tele-ICU
merupaka suatu second-eye yang mendukung kelangsungan
klinis. Tele-ICU dengan kolaborasi
tim perawatan ICU (baik perawat maupun dokter) akan mendukung perawatan tanpa
idstraksi dan mampu melakukan intervensi dimana hitungan menit akan membawa
perubahan. Tujuan sistem ini tidak menggantikan perawat klinis yang bertugas di
sisi pasien (bedside team) tetapi
untuk meningkatkan standarisasi asuhan keperawatan. Goran (2010) menjelaskan
bahwa desan Tele-ICU merupakan implikasi dari Telemedicine Technology dalam perawatan pasien ICU.
Platform teknologi terdiri dari berbagai
vendor, komponen hardware yang
spesifik dan software serta gabungan
antara Tele-ICU dan tim perawatan.
Tim Tele-ICU membutuhkan akses yang
sama dengan tim perawatan untuk berbagai elemen data yang berhubungan dengan
pasien (seperti: Tanda-tanda vital, hasil laboratorium, radiologi, terapi, dan
lain-lain) untuk mendapatkan status pasien yang akurat dan identifikasi yang
aktual maupun potensial berkaitan dengan isu-isu perawatan pasien.
Sophisticated
Alert System (SAS) memberitakan perubahan kondisi
pasien dengan tujuan memberikan intervensi dan tindakan preventif sesegera
mungkin dalam menghadapi periode kritis pasien. Kamera reolusi tinggi, mikrofon,
dan speaker dipasang pada setiap ruang ICU pasien (gambar 1), penyediaan Tele-ICU 1 arah atau 2 arah yang
memiliki kemampuan mengkasi secara video atau audio dan komunikasi secara bedside dengan tim perawatan. VISICU vendor (gambar 2) digunakan pada
ruangan dan merupakan tombol yang bertujuan untuk aktivasi Tele-ICU apabila diinginkan oleh tim perawatan. Teknologi Tele-ICU bersifat komplek dengan desain
yang bertujuan meningkatkan efektifitas dan efisiensi.
Gambar 2 : VISICU Vendor
Variasi ditemukan dalam program Tele-ICU dari seleksi vendor atau tujuan
programnya sampai kinerjanya, tetapi sama dalam pengkajian pasien dan tampilan
virtual. Komponen teknik Tele-ICU
menurut Goran (2010) terdiri dari bedside
waveform alert system, peralatan audio atau video, clinical information, dan network.
Bedside
waveform merupakan monitor sentral ICU yang menampilakn data
pada bedside monitor. Tele-ICU juga menampilkan alarm, staff Tele-ICU memungkinkan untuk mengubah atau mengganti berbagai
parameter alarm bedside.
Alert
System adalah Tele-ICU
software yang disediakan guna
mendukung kelangsungan dan otomatisasi peralatan untuk membantu mengatur
identifikasi perubahan berdasarkan respon pasien terhadap kodisinya. Sistem ini
merupakan mesin untuk mengevaluasi bedside monitor, laboratorium, medikasi, dan data
lain, dimana dimasukkan pada software
sistem informasi klinis untuk memberikan tanda diberikannya intervensi segera
dan setiap pasien memiliki sistem yang individualistik (berbeda).
Peralatan Audio atau Video berperan
sebagai mata dan telinga tim Tele-ICU.
Kamera dengan resolusi tinggi didukung speaker memungkinkan tim Tele-ICU
dapat berkomuikasi dengan perawat dan memberikan saran setelah melihat
tindakan, kondisi pasien, dan diskusi dengan pasien maupun perawat. Clinical Information merupakan status
pasien hasil dari pengkajian yang sesuai standar yang telah ditetapkan. Network merupakan sarana transmisi dari semua
informasi yang ada di ICU.
Teknologi Tele-ICU bersifat relatif dari satu sistem terhadap sistem lain,
program staffing diperlukan untuk kebutuhan rumah sakit yang menjalankan sistem
yang membutuhkan sumber daya. Typical
Tele-ICU beroperasi selama 24 jam setiap hari, 7 hari dalam seminggu, dan
saat staff intensive care bisa
membutuhkan kontak dengan intensitivist selama
15 hingga 20 jam setiap hari. Beberapa program intensitivist hanya aktif bekerja saat dokter tidak ada walaupun on-call. Replacement of Tele-ICU Registered Nurses (eRNs) merupakan level menengah seperti praktisi perawat atau
asisten dokter adalah pilihan atau pendapat lain dari model (VISICU Operation Director, Oral
Communication, and Monthly Teleconference).
Rata-rata rasio adalah 60 sampai 125
pasien untuk 1 Tele-Intensivist
(dokter), 30 hingga 40 pasien untuk 1 eRNs,
dan 50 sampai 124 pasien untuk Clerrical
Assistant (Goran, 2010). Kolektif Tele-ICU
meningkatkan pengalaman dimana pola harus diidentifikasi dengan spesifik untuk
efisiensi model dan proses. Dokter Tele-ICU
atau Intensivist, terhormat, dan
berperan dalam pengembangan rumah sakit. Dokter memberikan pelayanan dengan
segera berbasis patient safety.
Beberapa program menggunakan metode full-time
sementarasebagian besar dengan menggunakan jadwal rotasi.
Staff lain Tele-ICU terdiri dari staff pendukung yang berperan sebagai entry data, manajemen telepon, dan
monitoring kualitas. Staff pendukung terdiri dari berbagai macam latar belakang
seperti pengalaman sebagai sekretaris, asisten perawat, atau mahasiswa perawat
yang bekerja secara part-time. Tele-ICU juga didukung personel untuk
pemeliharaan yang menguasai sistem informasi baik software, hardware, maupun networking.
Tele-ICU
RN (eRNs) selalu memonitor pasien ICU selama 24 jam setiap hari, 7 hari dalam
seminggu. Pusat Tele-ICU memiliki
staff dengan pengalaman lebih dari 15 tahun dengan berpengalaman mengelola
pasien pada unit perawatan kritis. Beberapa eRNs
menunjukkan minat terhadap Tele-ICU
secara berarti fisik maupun emosional saat perawatan secara full-time. eRNs memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk posisi
tersebut.
Tele-ICU
RN (eRNs) harus memenuhi syarat : Pengalaman
5 tahun berada di ICU, bersertifikat CCRN atau CCRN-E atau yang telah
ditentukan seperti Basic Life Support atau
Cardiac Life Support, memiliki gelar
Sarjana Keperawatan, serta memiliki jiwa kepemimpinan termasuk kemampuan
berkomunikasi.
Komputer dan keterampilan mengatasi
gelombang kerja membutuhkan orientasi dan pengalaman, tetapi kurangnya
komunikasi dan keterampilan Costumer
Service dapat menghambat produktivitas dari kerja untuk pencapaian tujuan
program. Seperti staff medis, eRNs
memiliki banyak variasi program. Beberapa Tele-ICU
memang ditunnjukkan untuk eRNs yang
mengandung kombinasi dari dedikasi dan pembagian posisi. Pembagian posisi staff
dimana staff memiliki posisi kedua dalam Tele-ICU
dan posisi utama di ICU dan hanya didedikasikan untuk bekerja di Tele-ICU.
Program dengan posisi dedikasi dimana eRNs secara penuh di Tel-ICU sehingga lebih mudah dalam
mengatur jadwal, evaluasi, dan identifikasi isu serta kontribusi untuk
stabilitas tim dan kepuasan staff. Staff ICU selalu konsen tentang kemampuan eRNs untuk menjaga kompetensi klinis
saat tidak melakukan perawatan pasien. Sebagai peran dalam tim, eRNs seharusnya berpartisipasi dalam
proses interview, seleksi, dan
orientasi staff.
Definisi yang baru tentang penyedia
pelayanan keperawatan harus dikembangkan dan diterima untuk kepuasan staff Tele-ICU. Orientasi selalu fokus tidak hanya
mengenai pengaturan software dan
teknologi Tele-ICU, tetapi tentang
strategi yang mempengaruhi identifikasi Tele-ICU.
Standar kompetensi Tele-ICU
ditentukan via konsensus dari berbagai program Tele-ICU, tetapi masih harus divalidasi melalui proses penelitian.Peran
eRNs untuk asuhan keperawatan
berkaitan dengan superisi terhadap perawat ICU melalui observasi maupun ronde.
Keuntungan Tele-ICU tidak terbatas pada waktu, ruang, dan tempat sebagai
fungsi supervisi. Supervisi didefinisikan sebagai pengawasan dari atasan kepada
bawahan dan dapat memberikan bantuan apabila dibutuhkan. Bantuan yang diberikan
tidak harus bersifat langsung melakukan tindakan keperawatan tetapi lebih
bersifat konsultasi melalui forum diskusi. Supervisi tidak hanya berperan sebagai
saran pengawasan dalam rangka meningkatkan standar asuhan keperawatan di ICU,
tetapi juga sebagai sarana pembelajaran yang bersifat networking. Sarana pembelajaran jaringan (networking) yang berfokus pada koneksi antara peserta pembelajaran,
baik peserta dan tutor, maupun materi pembelajaran (Jones Et all, 2008).
Tele-ICU
dapat digunakan sebagai ronde dengan tim kesehatan yang lain sebagai upaya
diskusi, kolaborasi, dan konsultasi. Peran dapat berupa diskusi dan konsultasi
untuk pengambilan keputusan, walaupun berpeluang menimbulkan stres (Snooks,
H.A. Et all, 2007). Ronde yang dimaksud bersifat virtual ronde yang dilakukan secara rutin dengan melibatkan dokter
dan perawat eRNs dengan frekuensi
tergantung kebutuhan pasien.
Kamera digunakan selama 30 menit untuk
pengkajian Tele-ICU yang dimulai di
awal shift atas permintaan tim ICU untuk mengidentifikasi perubahan kondisi
pasien. Status pasien meliputi tanda-tanda vital dari 1 hingga 4 jam terakhir,
konfigurasi waveform pasien berkaitan
dengan alarm, hasil laboratorium terbaru, dokumentasi keperawatan, rencana
keperawatan terbaru, serta pemeriksaan penunjang lain seperti radiologi dan
diagnostik.
Realitas lingkungan Tele-ICU selalu berbeda dibandingkan yang dibayangkan sehingga
memerlukan pengembangan dengan memperhatikan berbagai faktor. Faktor-faktor
tersebut dengan mengadopsi faktor-faktor pada telenursing. Faktor-faktor yang mempengaruhi telenursing meliputi aspek sistem, ekonomi, sosial, teknik. Faktor
kritis pada tiap aspek meliputi dukungan pemerintah dengan kontrol regulasi
terhadap isu-isu, verifikasi berkaitan dengan cost effective perawatan kesehatan, verifikasi nilai telenursing dengan konsultasi, membangun
kepercayaan sosial, dan perkembangan karakteristik telenursing dimana memperhatikan kemampuan konsumen untuk membayar
(Yun dan Park, 2006).
Strategi dalam perencanaan diperlukan
untuk pengembangan Tele-ICUm strategi
pengembangan Tele-ICU menurut Goran
(2010) antara lain:
1.
Bagi Tele-ICU
saat rapat staff.
2.
Kunjungi tempat-tempat yang jauh.
3.
Hubungi staff secara formal.
4.
Adakan pertemuan antara staff Tele-ICU dengan staff ICU untuk membahas
masalah yang potensial dan solusinya.
5.
Orientasikan program Tele-ICU.
6.
Buat laporan berkala.
7.
Bagi kesempatan untuk peluang pendidikan
yang berkseinambungan.
8.
Bagi kesempatan berlibur.
9.
Tentukan program yang menunjukkan
kesempurnaan Tele-ICU.
10.
Pertemuan reguler antara pimpinan Tele-ICU dan ICU.
11.
Bikin proyek penelitian yang berhubungan
dengan partisipasi Tele-ICU.
Pengembangan Tele-ICU membutuhkan peran perawat
profesional yang memiliki ideologi dalam justifikasi perkembangan teknologi
dalam posisi yang berbeda, dimana perawat dapat beradaptasi, memainkan
perannya, dan membutuhkan teknologi baru untuk meningkatkan jumlah pengelolaan
pasien secara efisien. Tele-ICU
merupakan bagia dari Tele-nursing
yang mempunyai peluang untuk meningkatkan dan akuisisi serta perkembangan
keterampilan dimana dapat memainkan perannya dengan tenaga medis secara lebih
mudah di tangan perawat dengan karakter yang inovatif.
Kesimpulan
Tujuan dari Tele-ICU bukan untuk menggantikan peran
perawat ICU tetapi lebih pada peningkatan standarisasi berbasis patient safety. Tele-ICU berpera sebagai second-eye
dan second opinion untuk
mempercepat pemberian asuhan keperawatan di ICU. Tele-ICU meningkatkan peran perawat bagi profesi perawat maupun
profesi lain sebagai bagian dari kolaborasi.
Tele-ICU
merupakan teknologi baru dan belum ditemukan penelitan untuk memperkuat
penggunaannya di ICU, sehingga diperlukan penelitian Tele-ICU yang berkaitan
dengan aspek keterampilan klinis dan manajemen dalam pelayanan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Ernesater, A. Et
all. (2009). Telenurses’ Experience of Working with Computerized Decision Support: Supporting, Inhibiting, and
Quality Improving. Journal of Advance Nursing, 65,
1074-1083.
Feied, C. F. Et
all. (2004). Impact of Informatic and New Technologies on Emergency Care Environment. Topics in Emergency Medicine, 26, 119-127.
Goran, S. F. (2010). A Second Set of Eyes: An Introduction to Tele-ICU. Critical Care Nurse, 30, 46-55.
Jones, C.R. Et all. (2008). Networking Learning a Relational
Approach Weak and Strong Ties. Journal of Computer Assisted Learning, 24, 90-102.
Needham, M.D. (2010). Patient Safety, Quality of Care, and
Knowledge Translation in the
Intensive Care Unit. Respiratory
Care, 55, 922-928.
Pickett, T.C. Et all. (2007). Telehealth and Constraint-Induced
Movement Therapy (CIMT) : An
Intensive Case Study Approach. Clinical Gerontologist, 31, 5-20.
Snooks, H.A. Et all. (2008). Real Nursing? The development of
Telenursing. Journal
of Advance Nursing, 61, 631-640.
Tschirch, P. Et all. (2006). Nursing in Tele-Mental Health. Journal of Psychosocial Nursing, 44, 20-27.
Yun, K.E., Park H.E. (2006). Factors Affecting the
Implementation of Tele Nursing in
Korea. IOS Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar